Mi Instan dan Maag ?
Gangguan maag termasuk gangguan sistem pencernaan.
Menurut diagnosa klinis gangguan sistem pencernaan khususnya yang terjadi
di lambung disebabkan oleh stress dan rendahnya kadar gula akibat lambung
kosong. Oleh sebab itu pencetus atau pemicu gannguan harus dicermati lebih
dahulu sebelum menyimpulkan penyebab maag. Berbagai faktor penyebab maag antara
lain :
- Rempah-rempah
bernuansa tajam seperti lada, jinten, pala dan lain-lain
- Cuka
dan asam buah yang memiliki pH rendah
- Kaldu
daging, ekstrak daging/ikan
- Cabe
dan sambal yang pedas
- Kopi,
teh dan minuman bersoda
- Buah
dengan rasa asam seperti jeruk, nanas, anggur dan lain-lain
- Minuman
panas atau dingin sekali
- Rokok
- Makanan
yang memiliki pH tinggi seperti mi, kacang-kacangan tertentu seperti areca
nut, bungkil kacang yang terfermentasi seperti oncom dan lain-lain
Mi instan dibuat dengan mencampur terigu dengan
larutan alkali yang berisi garam karbonat sehingga pH-nya sekitar 7, padahal pH
lambung 1 sampai 2. Dalam kondisi lambung kosong tidak disarankan makan mi
sehingga untuk menetralisir, makanlah makanan lainnya sebagai pembuka misal
makanan yang manis rasanya atau makanlah nasi. jika anda memiliki riwayat
penyakit maag, disarankan makan mi instan dengan nasi dan menjuhi cabe/sambal
serta makanlah mi ketika suhunya mendekati suhu badan (37-40 drajat celcius)
atau agak dingin. Cermati segala sesuatu pencetus maag dan makanlah mi
dengan cara yang benar.
Mi Instan & Kanker?
kanker adalah penyimpangan tumbuh kembang sel yang
penyebabnya secara pasti belum diketahui. Umumnya penyimpangan sel terjadi
karena sel terkena paparan zat-zat tertentu seperti radio aktif, radikal bebas
yang asalnya dari makanan berlemak tinggi, pestisida, udara yang tercemar logam
berat atau karena faktor genetik yang menurun. Kembali perhatikanjenis
dan kualitas makanan kita, jaga keseimbangan gizi, kebersihan dan kesehatan
makanan jika kita ingin hidup sehat.
Bolehkah Mengkonsumsi Mi Instan Setiap
Hari?
Boleh, dengan syarat mi instan sebagai alternatif
menu pengganti nasi, sehingga dapat dipakai sebagai alternatif makan pagi,
siang atau malam. Untuk melengkapinya harus dipertimbangkan konsep beragam dan
bergizi, artinya dalam menu 1 hari harus cukup mengkonsumsi karbohidrat
kompleks, protein hewani dan nabati, lemak, sayur serta buah.
Air Rebusan Mi Instan?
Anjuran untuk membuang air rebusan mi instan tidak
benar. Mi instan memang ditambahkan warna kuning tartazin dalam jumlah sangat
kecil. Pewarna ini dibutuhkan agar mi tampak kuning sesuai dengan harapan
konsumen yaitu menrik pada saat dikonsumsi sehingga dengan demikian merangsang
indra sensori untuk menikmatinya. Pewarna ini larut air sehingga air rebusan
akan bewarna kuning, tetapi selain pewarna, pati, sebagian protein dan minyak
juga ikut larut sehingga tidak bijak jika air rebusan yang mengandung zat gizi
tersebut dibuang.
Lilin (wax) ada di Mi Instan?
Dalam poses pembuatan mi instan, mi digoreng dengan
menggunakan minyak sawit refined bleached deodorized palm oil (RBDPO)
sehingga minyak terserap kedalam mi. Pada waktu penyajiannya, mi instan
direbus, sehingga minyak yang ada didalam mi keluar bercampur dengan air
rebusan. Oleh karena berat jenis minyak goreng lebih rendah (atau lebih ringan)
dari pada air rebusan, maka minyak goreng akan memisah dan mengapung. Jadi
tidak benar kalau dikatakan bahwa mi instan mengandung lapisan lilin atau wax
seperti biasa orang awam sebutkan, yang benar adalah minyak yang memisah dari
air rebusan dan kemudian mengapung.
Dewasa ini, ilmu pengetahuan berkembang sangat pesat
dan mencakup beberapa bidang, termasuk teknologi kemasan. Dibidang kemasan
produk pangan, telah dikembangkan jenis kemasan yang disebut styrofoam atau polistiren.
Kemasan polistiren dinyatakan aman untuk digunakan
sebagai kemasan produk pangan. Pemerintah AS melalui FDA-nya mengijinkan
penggunaan polistiren sebagai kemasan produk pangan sejak tahun 1958 (CFR.
Title 21 Part.177.1640). Kemasan polistiren juga telah diperbolehkan digunakan
sebagai kemasan produk pangan oleh banyak negara dan organisasi diseluruh
dunia, antara lain Asia, Eropa, Amerika latin dan Amerika Tengah.
Kemasan polistiren memiliki beberapa keunggulan, seperti relatif kuat (kaku) namun ringan, mempunyai sifat yang tidak menghantarkan panas (sifat insulasinya sangat baik), relatif lebih murah, serta dampak lingkungan yang ditimbulkan dari proses produksinya relatiflebih kecil dari kemasan produk pangan jenis paperboard. Dalam kaitannya dengan isu CFC (chlorofluorocarbons)- yaitu gas yang berdampak negatif bagi lapisan ozon- saat ini proses pembuatan polistiren tidak lagi menggunakan gas tersebut. sebagai contah di AS, gas CFC sudah tidak digunakan sebagai gas pengembang untuk pembuatan styrofoam sejak tahun 1990 (EDF and FOE, 1998) . Sebagai pengganti gas CFC digunakan gas CO2.
Namun demikian, sejak satu dekade yang lalu telah semarak adanya kotroversi pemakaian bahan kemasan polistiren sebagai kemasan produk pangan. Pada tahun 1991, sebuah laboratirium di AS yaitu The Lousiana Agricultural Experiment Stationmelaporkan adanya suatu molekul kecil (monomer) stiren yang terditeksi pada kulit telur yang disimpan selama 2 minggu di supermarket dengan menggunakan polistiren. Menurut laporan dari laboraturium tersebut, ketika dimasak telur tersebut mengandung etilbenzena dan stiren tujuh kali lebih banyak dari pada telur mentah yang baru saja diambil dari peternakan dan tidak disimpan dengan kemasan polistiren. Hal ini menimbulkan kecurigaan bahwa terdapat senyawa yang mudah menguap (Volatile Compounds) yang dapat berpindah dari kemasan telur kedalam isi telur melalui pori-pori kulit telur (Beatrice, 1993).
Di Jepang, The National Institute Of Health Sciences seperti diberitakan oleh harian KYODO TOKYO, 27 April 1998 menyatakan bahwa kemasan polistiren yang biasa digunakan sebagai bahan kemasan produk pangan siap saji mengandung senyawa beracun yang diketahui dapat menggangu fungsi sistem reproduksi pada hewan dan manusia. Dikatakan bahwa senyawa yang dikelompokkan sebaga " Hormon Lingkungan " (enviromental hormones) dapat mencemari produk pangan. Senyawa kimia tersebut dapat meniru fungsi hormon estrogen pada sistem reproduksi manusia, tergolong dalam polimer stiren (styrene polimers) yang disebut sebagai dimmer styren (styren dimmer, SD) dan trimer styrene (styrene trimer, ST).
Ohno dkk (2003) menyatakan bahwa, seperti pada
publikasi sebelumnya (Nobuhara;Yamada;Azuma;Ohno and Date) berdasarkan
penelitian secara in-vitro maupun in-vivo, senyawa styrene trimer (ST) tidak
mempunya aktivitas yang mengganggu sistem endokrin.Pernyataan ini sejalan
dengan Fail et al (1998) yang menyatakan bahwa berdasarkan uji uterotrofik pada
tikus muda dan reporter gene essay, campuran oligomer stiren yang diekstrak
dari polistiren tidak memperlihatkan adanya aktivitas estrogenik.
Akhirnya, Otoritas Lingkungan Jepang ( Japan Environment Agency, JEA ) dengan merujuk hasil penelitian mengenai ST dan SD mengeluarkan SD dan ST dari daftar senyawaendocrine disruptors dari strategic problem on Enviromental Endocrine Disruptors'98 atau SPEED'98 pada edisi tahun 2000.
0 komentar:
Post a Comment